"Udah ga mau mikirin, terserah dae mau ngelakuin apa. lagi mau konsen kuliah dulu. kalo emang jodoh ga bakal kemana"
Itulah kata-kata yang membuat retina mata tidak bisa tertutup dengan tenangnya pada pukul 05.35 WIB. Kata-kata manis tersebut keluar dari bibir merah merekah yang hanya bisa penulis bayangkan mem\lalui sebuah suara yang tak asing lagi bagi penulis. Suara dari seorang wanita yang telah menemani penulis selama empat tahun lamanya, dalam suka maupun duka sengsara dan bahagia bersama dilalui.
Entah telah berapa banyak perjuangan dalam perjalanan kisah kami. Untuk sekedar bertatap muka saja, penulis harus menyebrangi lautan, untuk sekedar membelai rambut indahnya penulis harus menempuh ribuan kilometer terlebih dahulu. Begitupun sebaliknya, untuk sekedar merayakan ulang tahun penulis, beliau harus menempuh ribuan kilometer dari ujung timur ke ujung barat pulau Jawa.
Dialah seorang wanita yang paling mengerti penulis, yang paling tahu cara memperlakukan ditiap keadaan. hanya karena dia seorang yang mengerti penulis luar dan dalam. Ibarat sebuah gelas, apabila diisi air terus menerus akan penuh dan tumpah airnya. Mungkin seperti itu yang dirasakan oleh seorang wanita pelipur lara ini. 'Gelas' beliau mungkin telah penuh dengan kesabaran dan keluh kesah, sehingga meluber menjadi sebuah amarah yang tidak terbendung lagi, membuatnya berani mengambil keputusan yang terbilang berani ini.
Lumrahnya sepasang kekasih, memberi kabar satu sama lain, saling mengingatkan, saling pengertian, memberi semangat atau support biasa dilakukan. apalagi yang menganut sistem LDR(Long Distance Relationship) seperti penulis dan beliau. Porsi 'Lumrahnya sepasang kekasih' bisa dua kali lipat dan harus pas. terlalu sedikit bisa dicap masa bodoh atau tidak peduli. terlalu banyak juga dibilang overprotective. Serba salah memang, tapi itulah resiko sistem LDR. semua harus ada komitmen dan kejujuran adalah salah satu syarat utama.
Dalam kisah penulis dan beliau, rasanya dicap masa bodoh atau tidak peduli jauh dari itu. Karena hampir tiap hari penulis selalu berusaha mencari tahu kabar beliau, selalu berusaha memberi beliau kabar apa yang sedang penulis lakukan, begitupun sebaliknya. Meskipun akhir-akhir ini dari pihak beliau berkurang porsinya, mungkin beliau merasa cara penulis memperlakukannya terlalu berlebihan atau overprotective sehingga menimbulkan rasa kurang nyaman bagi beliau Yaa itu semua hanya karena rasa sayang penulis yang terlalu kelewat batas.
Awal mula kurangnya porsi dari beliau menurut hemat penulis, berawal saat beliau mulai terjun dalam dunia organisasi kemahasiswaan tempat beliau kuliah. Semester 3 tahun 2009 lalu. Hampir semua waktu luang beliau diluar jadwal kuliah tercurahkan untuk organisasinya, tak jarang sampai lewat jam 10 malam mengikuti rapat. Sehingga waktu istrahat beliau pun berkurang dan tentu saja waktu untuk sejenak menikmati masa-masa pacaran dengan penulis sudah tidak ada peluang lagi. Seiring berjalannya waktu beliau dalam organisasi lambat laun beliau mulai terbiasa dengan kesibukannya, mulai terbiasa melupakan penulis yang telah menjadi sebuah kewajiban tidak tertulis untuk memberi perhatian dan saling support satu sama lain sejak penulis pertama menjalin cinta dengan beliau, pada saat beliau duduk di bangku kelas 2 SMA.
Beliau sekarang sudah menjadi wanita yang tangguh, setidaknya ini dilihat dari kacamata penulis. Dahulu "Everything only dae(penulis), Everything because of dae, for dae". Ibarat urutan lantai, seorang Dae berada di level utama atau hal utama dibanding segalanya, sayangnya itu dulu. Saat ini seorang dae hanya berada dilantai Under Ground(UG) prioritas bagi beliau. atau bahkan bisa dilantai Basement. Sudah tak ada lagi pengorbanan beliau untuk penulis, jangankan telepon, untuk mengirim sms sehari sekali saja Alhamdulillah syukur. Semua berubah, semua berbeda.
Puncak jenuhnya terjadi pada saat penulis menelpon beliau disore hari, untuk sekedar mengetahui kabar beliau dan perlahan memupuk kembali rasa sayang beliau. Lima menit pertama obrolan berjalan seperti biasa, basa-basi tanya kabar. kebetulan pada saat itu beliau lagi di atas motor bersama seorang sahabatnya sedang mencari es kelapa muda untuk dinikmati. Sembari beliau mencari, sembari penulis menemani ngobrol. Pada destination pertama tempat jual es kelapa muda nihil, sudah habis. lanjut ke destination berikutnya, dewi fortuna pun belum berpihak, es kelapa muda kemballi habis stoknya.
Hasrat beliau untuk menikmati es kelapa muda sudah di ubun-ubun, di dua tempat penjual es kelapa gagal dinikmati, beliau pun naik pitam karena sudah bolak-balik mencari es kelapa muda tidak didapatkan jua. Di saat itu penulis masih menemani kegundahan beliau melalui telepon. karena hanya seperti itu yang penulis bisa lakukan, dibatasi oleh jarak dan waktu. beliaupun mengeluarkan kata-kata yang semakin menjelaskan betapa rasa sayang beliau pada penulis telah pudar. "Ntar sudah nelponnya, ngeganggu aja!!"
Kata tersebut tak sepanjang tombak pemburu, tetapi tajamnya mengalahkan tajamnya pedang algojo. Tak bisa penulis bayangkan, beliau yang sedemikian murah senyum, sopan, menghormati orang lain apalagi penulis, bisa mengeluarkan kata-kata yang menyayat hati seperti itu. Hanya beliau yang tahu.
Tak pernah sekalipun dalam hubunggan kami, penulis mendengar kata-kata seperti itu keluar dari bibir manis beliau. walaupun pernah menghentikan telepom apabila ada keperluan lain pasti dengan cara yang sopan dan saling pengertian, tak sekasar ini tentunya.
Terkadang apabila seseorang sudah merasa posisinya sudah diatas segalanya, tak ada keraguan lagi untuk melakukan apa dan bagaimana akibatnya.
Keep be an Angel |
Senin, 29 November 2010
06.20 WIBB
Di atas pulau kapuk Arz III/16
bertempur dengan rasa kecewa yang menyayat hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar